
Mantan karyawan yang di-PHK melaporkan Edi Darmawan Salihin, ayah Mirna Salihin, korban kopi sianida dengan terpidana Jessica Wongso, ke Polda Metro Jaya.
Pemilik PT Fajar Indah Cakra Cemerlang (PT FICC), Edi Darmawan Salihin, tidak memberikan pesangon kepada tiga puluh delapan karyawan yang dipecat. Manganju Simanulang, kuasa hukum mantan karyawan PT FICC, menyatakan bahwa perusahaan Edi Salihin telah melakukan tindakan ilegal.
Kita menganggap ini sebagai pelanggaran hukum karena kami tidak tahu alasan perusahaan melakukan PHK. Manganju Simanulang menyatakan saat ditemui di Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (7/11/2023), bahwa perusahaan hingga saat ini tidak memenuhi kewajibannya dan tidak mematuhi putusan pengadilan atau perintah undang-undang.
Manganju mengatakan PT FICC harus membayar 38 mantan karyawan sebesar Rp 3,5 miliar. Selama lima tahun, para mantan karyawan tersebut belum menerima hak mereka.
Manganju mengatakan bahwa efisiensi perusahaan berdampak pada banyak karyawan. Awalnya, karyawan di-PHK secara sepihak pada 21 Februari 2018, setelah mencoba melakukan demonstrasi dan pembayaran gaji mereka terhambat.
Jadi, penggajian yang diberikan perusahaan kepada karyawan ini tidak stabil pada saat itu. Contohnya, pembayaran gaji dilakukan setiap bulan pada tanggal satu, tetapi pembayarannya bisa tertunda, lewat satu bulan, atau tidak lengkap, yang menyebabkan karyawan jengkel. Itu berlaku kurang lebih delapan bulan,” kata Manganju.
Dia menambahkan, "Ironisnya, tindakan PHK terhadap karyawan ini tidak diiringi dengan pemenuhan hak karyawan. Tentunya, para karyawan akan melawan dan membawa masalah ini ke mekanisme penyelesaian hubungan industrial."
Wartono, mantan karyawan ayah Mirna, mengatakan bahwa pembayaran gaji karyawan menjadi tidak stabil sejak insiden kopi sianida yang membunuh ayah Mirna. Edi sempat berjanji akan membayar gaji karyawan secara teratur selama delapan bulan, tetapi karyawan akhirnya di-PHK.
Wartono dan mantan karyawan PT FICC lainnya berharap Edi Salihin dapat berkomunikasi dengan mereka dan memenuhi hak mereka.
Saya harap Pak Edi mempertimbangkan keluhan karyawan ini. Dengan hati nurani, mari kita duduk dan bernegosiasi. Tidak harus Rp 3,5 miliar atau berapa, yang penting ada negosiasi dan pertemuan," kata Wartono.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 185 juncto Pasal 156 ayat (23) dan (4), PT FICC dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dalam kasus ini. Selain Edi, pelapor juga melaporkan Made Sandy Salihin, Komisaris PT FICC, dan Ni Ketut Sianti dan Febrina Salihin, Direktur PT FICC.