
Keluarga pasien yang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di Kabupaten Bogor mengamuk di ruang Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD Leuwiliang, menurut laporan yang tersebar luas. Pihak rumah sakit juga menyatakan pada hari Minggu (12/11/2023) bahwa pasien telah dirawat dan dirujuk ke rumah sakit lain karena fasilitas yang tidak memadai.
Sebelum ini, keluarga pasien meminta bantuan ambulans untuk proses rujukan ke rumah sakit yang lebih lengkap. Mereka marah karena dianggap mendapat perlakuan yang buruk.
Seorang warga mengunggah video aksi amuk keluarga tersebut di media sosial. Sejumlah kerabat pasien dari Desa Nanggung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, digambarkan meluapkan kemarahan mereka di lobi UGD RSUD Leuwiliang.
Keluarga pasien mengetahui bahwa ambulans dari rumah sakit tidak tersedia, yang memicu kegaduhan. Mereka menyatakan bahwa RSUD Leuwiliang tampaknya menyembunyikan ambulans. Karena luka yang cukup serius, pasien, seorang ibu rumah tangga yang mengalami kecelakaan, harus dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas lebih lengkap.
Ambulans desa yang digunakan ternyata tidak dapat menampung pasien dengan aman, yang menyebabkan keluarga meminta ambulans yang lebih besar. Keluarga pasien diberitahu oleh RSUD Leuwiliang bahwa ambulance tersedia, tetapi sopirnya tidak hadir. Mereka diminta untuk menunggu hingga sopir tiba, tetapi mereka menganggap ini sebagai alasan semata-mata dan percaya bahwa RSUD tidak bersedia meminjamkan ambulance.
Keluarga menjadi lebih kesal ketika ambulans yang dijanjikan tidak muncul setelah menunggu lama. Meskipun RSUD Leuwiliang mengatakan bahwa ada ambulans di Terminal Leuwiliang, keluarga menemukan bahwa tidak ada. Keluarga pasien merasa terbebani oleh keadaan yang semakin memburuk.
Pada hari Minggu, 12 November 2023, dr. Vitrie Winastri, direktur RSUD Leuwiliang, memberikan penjelasan melalui keterangan resmi. Petugas IGD menerima pasien dalam keadaan sadar dan dapat berkomunikasi, katanya. Pasien menjalani beberapa prosedur medis, seperti pembersihan luka, pemasangan spalk pada kaki yang patah, dan pemberian obat. Pasien dirawat di RSUD Leuwiliang setelah mendapatkan perawatan awal.
Setelah pemeriksaan tambahan, ternyata pasien membutuhkan dokter spesialis bedah saraf. Akibatnya, RSUD Leuwiliang tidak memiliki dokter spesialis tersebut, sehingga pasien dirujuk ke rumah sakit yang memiliki dokter spesialis tersebut.
Dr. Vitrie Winastri mengatakan, "Kemudian keluarga pasien—orang tua pasien dan dokter—datang, tetapi mengatakan tetap menunggu suami pasien datang."
Dia mengatakan bahwa dokter memberi tahu sang suami tentang kondisi pasien sesuai penjelasan di atas setelah dia tiba.
"Keluarga ingin langsung membawa pasien dengan kendaraan sendiri ke rumah sakit lain ketika dijelaskan prosedur rujukan," katanya.
Dokter mengatakan bahwa sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) harus digunakan selama prosedur rujukan antarrumah sakit agar rumah sakit yang akan menerima rujukan dapat mengetahui kondisi pasien dan kebutuhannya.
Pasien akan diangkut menggunakan ambulans rumah sakit dengan didampingi oleh tenaga kesehatan dari RSUD Leuwiliang setelah rumah sakit yang dimaksud siap menerima pasien.
Dia menyatakan, "Keluarga pasien tetap akan membawa pasien memakai kendaraan sendiri setelah dijelaskan."
Dokter sering memberikan instruksi ulang tentang prosedur medis untuk memastikan kondisi pasien stabil.
Menurutnya, "Suami dan keluarga terus menolak menggunakan prosedur medis dan akan tetap menggunakan kendaraan mereka sendiri, dan ternyata petugas rumah sakit melihat telah ada kendaraan yang menjemput pasien tersebut."
Tidak seperti tuduhan yang muncul dalam video viral, ambulans yang disembunyikan tidak disebutkan dalam keterangan yang diunggah di Instagram RSUD Leuwiliang.